Monday, September 10, 2007

Berniat Jual Ginjal untuk Bayar Utang

Berniat Jual Ginjal untuk Bayar Utang


Dengan penuh harap, Imas Sutiasih (48) mendatangi Rumah Sakit PMI Bogor, Jawa Barat, Senin (10/9) siang. Ia bermaksud menjual ginjalnya untuk mendapat uang guna membayar utangnya kepada rentenir.

"Rentenirnya terus menagih. Saya tidak punya uang. Saya datang ke rumah sakit ini untuk mendonorkan satu ginjal," kata Imas, warga Desa Cilebut Barat, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor.

Imas enggan mengatakan rencananya itu sebagai praktik jual ginjal. Ia kukuh mengatakan tindakannya itu sebagai perbuatan donor. Ia berharap RS PMI Bogor akan menghargai tindakannya "mendonorkan" satu ginjalnya itu dalam bentuk uang.

Dokter dan suster di poliginjal rumah sakit itu sangat terkejut saat Imas datang diikuti sejumlah wartawan TV. Apalagi setelah mengetahui maksud Imas, yakni menjual ginjalnya. Hal itu bukan perkara sepele, baik secara medis maupun ketentuannya.

"Lagi pula, rumah sakit kami kami belum mempunyai kemampuan untuk melakukan operasi seperti transplantasi ginjal. Fasilitas yang ada di sini adalah pelayanan hemodialisa (cuci darah). Saat ini kami memiliki lima unit mesin hemodialisa," kata Saptono, dokter yang menjadi juru bicara RS PMI Bogor.

Imas pun tampaknya mengerti dengan penjelasan pihak RS PMI Bogor bahwa jual beli organ tubuh dilarang. Transplantasi organ tubuh berdasarkan kemanusiaan yang ada, dan itu pun ada aturan hukumnya.

Namun, tidak jelas apakah saran agar Imas ke RS Cipto Mangunkusumo Jakarta kalau ingin lebih paham mengenai masalah perginjalan akan diturutinya. RSCM adalah rumah sakit rujukan dan lengkap yang ada saat ini untuk masalah penyakit ginjal.

Paling tidak, di RSCM, Imas bisa menghubungi perwakilan Yayasan Peduli Ginjal atau Yayasan Ginjal Nasional untuk mengetahui seluk-beluk penyakit dan proses transplantasi ginjal.

Menurut Imas, ia sebetulnya terpaksa menawarkan ginjalnya. Imas berutang Rp 2 juta kepada seorang rentenir, yang kini sudah membengkak menjadi Rp 5 juta. "Sekarang saya tambah pusing karena surat rumah di tangan rentenir itu," katanya.

Utang kepada rentenir

Imas meminjam uang kepada rentenir untuk kebutuhan hidup dan beli obat suaminya. Sudah lima bulan ini suaminya menderita asam urat dan diabetes. Suaminya hanya berbaring sakit di rumahnya sehingga ekonomi keluarga tambah morat-marit.

Tiga dari delapan anaknya memang sudah bekerja sebagai sopir angkot, tetapi tidak bisa membantu. Dua anak lainnya pengangguran dan tiga anak lagi masih sekolah.

"Saya sudah minta tolong kepada anak-anak, tapi mereka juga tak punya uang. Sebagai sopir angkot, pendapatannya juga kecil dan tak menentu," kata Imas. (Ratih P Sudarsono)

No comments: