Tuesday, August 14, 2007

Singapura Tutup Pintu Negosiasi

Singapura Tutup Pintu Negosiasi



Bersama delegasi pimpinan redaksi dari sembilan negara ASEAN, Arys Hilman dari Republika menemui PM Singapura, Lee Hsien Loong, di istananya pada akhir pekan lalu. Berikut jawaban PM Lee atas pertanyaan Republika, dilengkapi jawaban Menlu George Yeo pada waktu terpisah.



Bagaimana Anda memandang Indonesia, seberapa penting bagi Anda hubungan dengan negara kami saat ini?
Indonesia selalu strategis bagi kami. Tidak hanya saat ini, tapi sepanjang waktu. Anda punya 220 juta penduduk. Negara terbesar di Asia Tenggara. Dan, Indonesia telah berjalan dengan baik dan memberi manfaat bagi Asia Tenggara. Indonesia menjadi faktor penentu bagi negara-negara Asia Tenggara. Investor melihat kawasan kawasan ini dan mereka akan mencoba melihat negara terkemuka dengan karakter yang berbeda.
Mereka akan melihat seperti apa model negara di kawasan ini; dan model yang bagus berarti pula investasi yang bagus bagi kawasan. Kita dapat perhatian dan dapat investasi. Dan ada kepercayaan di kawasan bahwa Indonesia baik; baik dalam meraih kunjungan, perdagangan, baik dalam kerja sama, dalam isu keamanan, isu pertahanan. Dan kita akan maju bersama.

Ada masalah saat ini terkait perjanjian kerja sama pertahanan (DCA) dan perjanjian ekstradisi (ET). Anda optimistis isu ini akan mendapat penyelesaian?
Saya pikir ini bukan soal optimisme. Ini benar-benar terserah Indonesia sekarang. Kita sudah buat perjanjian. Indonesia menginginkan sejumlah perubahan perjanjian. Sedangkan kami tidak dapat menyetujui perubahan. Kami tinggal menanti tanggapan pemerintah Anda.
Sekarang isu ini dipolitisasi di DPR. Saya pikir ini adalah salah satu isu yang dipakai DPR untuk terlibat dalam administrasi pemerintahan sekarang, dan mereka mencoba menyerang pemerintah seperti juga melalui isu Iran dan berbagai isu domestik. Jadi, ini adalah hal yang kami tak bisa terlibat, kami hanya bisa melihat; dan bila sistem Anda telah menyelesaikan masalah ini, Anda mencapai konsensus, maka kami siap.

Ini bukan hanya persoalan di DPR. Bahkan, menteri Indonesia pun punya perbedaan dengan Singapura.
Kami telah sampaikan pandangan kami. Indonesia menginginkan perubahan melalui Implementing Arragement dan kami jelaskan mengapa kami tidak menginginkan perubahan. Saya pikir tidak ada perlunya bagi kami untuk bernegosiasi melalui Republika.

Menteri Senior, Lee Kuan Yew, mengatakan sistem parlemen kami rumit, dan itulah yang membuat DCA dan ET mengalami deadlock.
Menteri Mentor Lee Kuan Yew berbicara dalam perspektif perkembangan politik Indonesia, karena adanya kenyataan sejarah Orde Baru jatuh pada 1998. Dan, semua perubahan berjalan dalam segala dimensi. Demokratisasi. Evolusi. Evolusi tidak hanya di level provinsi tapi juga di kabupaten. Tiba-tiba saja struktur pemerintahan terpecah, dari satu pusat kekuasaan ke banyak titik kekuasaan.
Indonesia negara besar, jadi perlu waktu untuk mencapai keseimbangan baru. Untuk melakukan segala sesuatu, Anda harus melakukan secara lebih sulit. Anda harus melibatkan banyak pihak. Ini yang dimaksud rumit.

Apakah Singapura menginginkan ET dan DCA?
Saya pikir ini adalah hal yang bermanfaat bagi kedua pihak. Perjanjian ekstradisi adalah hal yang bermanfaat bagi kedua negara, namun lebih diinginkan oleh Indonesia. Sedangkan DCA adalah perjanjian yang bermanfaat bagi kedua negara, namun lebih diinginkan oleh Singapura. Kedua pemimpin negara sudah bertemu di Bali memutuskan untuk menyepakati kedua paket perjanjian. Kita sudah putuskan dan rayakan kesepakatan tersebut.

Tapi ada perbedaan pendapat di antara kedua negara tentang Implementing Arrangement.
Setiap perjanjian lahir, tentu ada detail implementasi. Indonesia sudah menyepakati semua perjanjian. Sudah ada kesepakatan. Kalau tidak ada kesepakatan, bagaimana mungkin ada perayaan, bahkan di Bali komplet dengan karaoke.
Jadi, waktu itu kita sudah sepakat. Sekarang Indonesia mengatakan, 'lihat ada kesulitan', maka posisi Singapura adalah melihat kesulitan itu, tapi kami tidak bisa membuka negosiasi lagi. Karena, jika setelah kesepakatan kami membuka negosiasi lagi, di masa depan, kalau kita ada negosiasi hal lain, bagaimana kita bisa sepakat. Tak ada suatu pun yang bisa disepakati. Jadi kalau kita sepakat, kita berjabat tangan, rayakan, dan bernyanyi-nyanyi, harus ada titik akhir. Jika tidak ada, di masa depan, negosiasi akan jadi sulit. Dan ini berpengaruh ke negara lain juga. Singapura dengan negara lain, Indonesia dengan negara lain.
Dengan alasan ini, posisi Singapura seperti sekerang ini, tidak akan membuka negosiasi, dan ini berbeda dengan posisi Indonesia.

No comments: