Sunday, August 19, 2007

Jaringan Buku Islam

Jaringan Buku Islam

Distribusi buku-buku Islam masih bergantung pada jaringan toko buku besar.

Dalam beberapa tahun terakhir, produksi buku-buku keislaman berkembang sangat pesat. Namun tidak demikian halnya dengan jaringan distribusi dan pemasarannya (toko buku). Jaringan pemasaran buku yang ada saat ini sangat menyedihkan. Dulu ada sekitar 4.000 toko buku, sekarang tinggal sekitar 2.000-an, dan itu pun kebanyakan hanya ada di kota-kota besar. Sedangkan di kabupaten/DT II hampir tidak ada toko buku.

Tantangan kita adalah bagaimana membangun jaringan toko buku sebanyak-banyaknya, terutama di tingkat dua (kabupaten/kota). Menurutnya, potensi pertumbuhan di tingkat II cukup tinggi. Sekadar contoh, ada satu kabupaten di Sumbar berpenduduk kurang dari satu juta jiwa yang dana belanja bukunya lebih Rp 30 miliar per tahun. Karena itu, para penerbit sebaiknya membangun jaringan toko buku di daerah-daerah, agar terwujud jaringan pemasaran buku Islam di seluruh peloksok Tanah Air.

Hal itu mengemuka pada Seminar Nasional Membangun Jaringan Marketing dan Distribusi Buku-buku Islam yang diadakan oleh Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi), di Jakarta, Rabu (15/8). Seminar itu menampilkan sejumlah pembicara, antara lain Dirjen Bimas Islam Prof Dr Nasaruddin Umar MA, Ketua Umum Ikapi Setia Dharma Madjid, Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) Dr Machfud Sidik, dan Ketua Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) M Syakir Sula.

Seminar tersebut diikuti sekitar 70 peserta dari kalangan penerbit, pengurus Ikapi pusat dan daerah, dan para dosen dari sejumlah perguruan tinggi.

Ketua Umum Ikapi Setia Dharma Madjid mengatakan gagasan awal seminar itu berawal dari kenyataan bahwa produksi buku agama Islam booming dari tahun ke tahun. Namun distribusi buku-buku tersebut hingga sampai ke masyarakat masih menghadapi masalah.

''Distribusi buku dari penerbit-penerbit Islam sebagian besar masih menggantungkan diri pada jaringan toko buku besar, yang belum mampu menjangkau wilayah yang luas karena jumlah outletnya masih terbatas,'' ujarnya.

Ikapi lalu berpikir, di Indonesia terdapat banyak masjid, pesantren dan perguruan tinggi Islam. ''Ketiga pilar ini harus kita dekati untuk membangun sinergi. Misalnya, bedah buku di masjid, dialog di pesantren, dan kajian di Perguruan Tinggi Islam,'' paparnya.

Setia Dharma mengatakan, secara ringkas pihaknya mengajukan tiga format kerja sama dengan pondok pesantren. Pertama, kerja sama distribusi buku atau pendirian gerai buku Pondok. Kedua, kerja sama telaah buku berupa bedah buku dan peluncuran buku. Ketiga, kerja sama menyebarkan ilmu melalui buku dengan cara menerbitkan buku bersama. ''Komunitas pondok pesantren memiliki kekuatan sebagai sumber naskah dan juga sebagai jaringan marketing dan distribusi buku,'' tandas Setia Dharma Madjid.

Dirjen Bimas Islam Depag Prof Dr Nasaruddin Umar MA mengungkapkan, di Indonesia terdapat sekitar 30.000 pondok pesantren, dan 670 ribu masjid. ''Ini merupakan potensi yang sangat besar, asalkan disinergikan dengan baik,'' tandasnya.

Direktur PT Kawan Pustaka Hikmat Kurnia mengatakan keberadaan penerbit buku Islam cukup unik. Ada yang bermain di segmen pasar bawah, menengah dan atas. Berbicara pasar kelas bawah, Surabaya kelompok sendiri dan hidup. Penerbit Menara Kudus dan Toha Putra Semarang merupakan fenomena buku Islam di Indonesia.

''Buku Tuntunan Shalat yang diterbitkan oleh Toha Putra tidak ada yang lawan. Sudah dicetak ulang ratusan kali,'' tutur Hikmat.

Namun, Hikmat menambahkan, kini ada pergeseran selera pasar buku Islam dari sekadar ritual ke tambahan nilai-nilai seperti kesehatan. Agama tidak hanya untuk orang mati, tapi terutama untuk orang hidup. Kalau hidupnya baik, matinya baik. Misalnya buku Misteri Shalat Shubuh yang mengaitkan shalat dengan nilai-nilai kesehatan ternyata laku keras, sudah terjual lebih 250.000 eksemplar.

''Penerbit masa kini harus memperhatikan selera pasar yang berubah dan lingkungan yang berubah. Mereka masuk pasar harus dengan produk yang baik, benar, dan sesuai target pasar yang dibidik,'' tandasnya.

Setia Dharma mengemukakan, potensi pasar buku Islam besar sekali. Tak heran para pemainnya pun terus bertambah. ''Di Ikapi Jawa Timur, dari 69 penerbit, sebanyak 70 persen penerbit Islam. Di Jakarta, dari 252 anggota, 40 persen penerbit Islam,'' ungkap Setia Dharma Madjid.

Terbaik di Dunia

Ketua Umum Ikapi Setia Dharma Madjid mengharapkan para penerbit buku-buku Islam di Indonesia terus meningkatkan kualitas maupun kuantitas produksinya.

''Harapan kita adalah kita harus jadi yang terbaik di dunia dalam karya-karya intelektual Islam, sebab umat Islam Indonesia adalah yang terbesar di dunia. Jangan terbalik, yakni kita hanya tergantung pada naskah-naskah dari Timur Tengah,'' tegasnya.

Ia menambahkan, pihaknya berharap nantinya buku-buku Islam dari Indonesia diminati para penerbit dan umat Islam di manca negara, seperti Cina, Inggris dan lain-lain. ''Sekedar contoh, ada pihak di Inggris yang tertarik dengna buku-buku Islam asal Indonesia. Mereka beralasan kondisi umat Islam di Inggris kurang lebih sama dengan umat Islam di Indonesia, yakni umatnya plural,'' ujarnya.

Dirjen Bimas Islam Depag Nasaruddin Umar mengatakan, para penerbit buku-buku Islam harus lebih memperhatikan kualitas produksinya, khususnya berkait dengan karya-karya terjemahan.

''Berdasarkan sampel yang diambil secara acak, buku-buku Islam terjemahan, dari bahasa Arab ke bahasa Indonesia, maupun bahasa Inggris ke bahasa Indonesia, 80 persen tidak sesuai dengan aslinya. Penyebabnya, orientasi penerbit Indonesia mencari penerjemah yang murah,'' tukasnya.

No comments: