Monday, December 17, 2007

Mengejar Pajak 40 Orang Terkaya Indonesia

Menkeu Kejar Pajak 40 Orang Terkaya Indonesia
Selasa, 18 Desember 2007, 08:57:36 WIB

Jakarta, myRMnews. Para konglomerat yang masuk daftar 40 orang terkaya Indonesia yang diumumkan majalah Forbes Asia bisa jadi bertambah repot. Bahkan, mereka akan masuk perangkap pajak. Data kekayaan mereka yang dilansir tersebut akan diteliti Direktorat Pajak Depkeu.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengemukakan, pihaknya telah memerintah Dirjen Pajak untuk meneliti data-data yang dikemukakan majalah tersebut. Langkah Ani -panggilan Sri Mulyani- itu bisa dibilang sangat responsif. Sebab, ini kali pertama Depkeu sangat antusias menanggapi rilis peringkat orang kaya.

Padahal, peringkat semacam itu setiap tahun dirilis majalah tersebut. Selain itu, majalah The Globe Asia baru-baru ini merilis nama 100 orang kaya di Indonesia. "Dirjen Pajak sedang menyusun langkah-langkah untuk melihat dan membuktikan, kemudian meminta koreksi dari badan tersebut untuk membayar. Apakah pajak yang dibayarkan sudah sesuai atau tidak," ujarnya serius di Gedung Dhanapala, Jakarta, Senin (17/12).

Dalam daftar orang kaya Indonesia versi Forbes itu, nama Menko Kesra Aburizal Bakrie menempati urutan teratas dengan kekayaan USD 5,4 miliar atau lebih dari Rp 50 triliun. Kekayaan Bakrie terdongkrak dari bisnis pertambangan batubara lewat bendera Bumi Resources. Posisi kedua ditempati bos Garuda Mas Group Sukanto Tanoto yang mengumpulkan kekayaan USD 4,7 miliar atau sekitar Rp 42 triliun. Dia berkibar dengan bisnis pulp kertas dan minyak sawit.

Rangking 3 dan 4 dipegang dua bersaudara R. Budi Hartono dan Michael Hartono. Keduanya adalah pemilik pabrik rokok Djarum. Selain itu mereka memiliki saham bank terkemuka, BCA.

Menkeu menjelaskan, pajak yang bisa dikenakan kepada orang-orang terkaya tersebut ada dua macam. Yakni, pajak perseorangan dan pajak badan. "Kalau badan, kami lakukan tekniknya. Apakah yang mereka bayar mencerminkan nilai-nilai yang merupakan kewajiban mereka untuk membayar. Jadi, untuk badan ini, banyak caranya. Tapi, melakukannya sulit," katanya.

Mantan direktur eksekutif IMF tersebut mengemukakan, untuk pajak perseorangan atau individu, tingkat kesulitannya lebih tinggi. "Jadi, walaupun disebutkan majalah Forbes kekayaannya Rp 50 triliun, dia bisa bilang that’s not mine. Itu kan keseluruhan dari badan-badan yang saya punya. Kalau saya sendiri, pas-pasan," ungkapnya mencontohkan.

Tapi, kalau setelah jumlah pajak yang dibayar dengan jumlah kekayaan yang dirilis Forbes dicocokkan dan selisihnya terlalu besar, Depkeu akan meneliti lebih lanjut. "Apa yang ada di tulisan tersebut akan sulit diterjemahkan untuk kepentingan membayar pajak. Tapi, kalau dari sisi badan, itu akan lebih mudah. Saya juga berharap mereka (para konglomerat itu) memaparkan apakah kekayaannya benar segitu," ujarnya.

Sementara itu, ekonom UGM Sri Adiningsih menjelaskan, data yang dirilis majalah Forbes tersebut sah-sah saja digunakan sebagai masukan bagi Direktorat Jenderal Pajak Departemen Keuangan.

"Berbagai sumber data tambahan penghasilan akan membantu. Itu bisa digunakan Dirjen Pajak. Tapi, yang harus menjadi catatan, statusnya adalah hanya sebagai hint (informasi awal)," tegasnya.

Menurut dia, informasi tersebut masih harus dipilah dan dipisahkan antara informasi mengenai aset pribadi atau perusahaan. "Itu tidak mudah. Antara aset pribadi dan aset perusahaan itu terpisah. Jadi, tidak bisa karena aset perusahaan meningkat, otomatis pajak pribadi juga meningkat," ungkapnya.

Meski demikian, sebagai informasi awal, kenaikan aset perusahaan bisa digunakan untuk melacak kenaikan pajak personal. "Dari data tersebut, dilihat lagi. Kalau aset perusahaannya meningkat, seharusnya dividen dan gaji yang diberikan juga meningkat. Nah, di situ dilihat pajak penghasilannya, ikut meningkat atau tidak. Kalau tidak, itu bisa ditanyakan kepada wajib pajak," jelasnya.

Adiningsih juga menuturkan, salah satu langkah yang urgen bagi Dirjen Pajak adalah mencari data yang lebih konkret. "Pajak itu kan macam-macam, termasuk pajak penghasilan. Data yang lebih konkret akan bisa meningkatkan akurasi tagihan pajak bagi wajib pajak individual," tegasnya.

Daftar orang terkaya versi Forbes yang menempatkan Aburizal Bakrie di posisi teratas itu selalu memantik kontroversi. Kategori kaya menurut Forbes adalah orang atau keluarga yang memiliki kekayaan minimal USD 120 juta (sekitar Rp 1,092 triliun) dengan kurs Rp 9.100 per USD.

Di bandingkan tahun lalu, ada empat nama baru masuk daftar orang kaya versi Forbes Asia tahun ini. Mereka adalah Michael Hartono (Djarum), Hary Tanoesoedibjo (MNC Group), Soegiarto Adikoesoemo dan keluarga, serta Bambang Trihatmodjo (pendiri Bimantara Group).

Empat nama yang tersingkir dari daftar tahun lalu adalah Tommy Winata (Artha Graha Group), Tan Sion Kie (pemilik Rodamas), Soedarpo Sastrosatomo (Samudera Shipping), dan Tjandra Kusuma. Total kekayaan yang tercatat di Forbes tahun ini mencapai USD 40 miliar, naik dua kali lipat dibandingkan tahun lalu.

Bagaimana reaksi orang superkaya itu atas rencana Depkeu tersebut? Hary Tanoesoedibjo yang menempati peringkat ke-15 daftar orang terkaya itu memilih tidak mau banyak berkomentar. "No comment. Kalau soal itu, jangan tanya kepada saya," ujarnya saat dihubungi via ponsel.

Forbes merilis kekayaan Hary mencapai USD 815 juta. Pendiri perusahaan sekuritas Bhakti Investama tersebut memiliki jaringan media cetak dan televisi nasional, empat jaringan radio, sebuah jaringan nirkabel, sebuah website, dan surat kabar.

Dihubungi terpisah, Lalu Mara Satriawangsa, orang kepercayaan Menkokesra Aburizal Bakrie, belum mau berbicara banyak soal rencana Menkeu Sri Mulyani Indrawati yang akan menelusuri kewajiban pajak dari orang terkaya yang masuk daftar Forbes. "Soal itu, saya belum bisa berkomentar," ujar Lalu kepada koran ini tadi malam (Senin, 17/12).

Dia yang juga menjabat sebagai staf khusus Menkokesra itu mengaku belum berkomunikasi dengan Ical seputar masuknya Ical sebagai orang terkaya se-Indonesia versi Forbes. Lalu malah menyarankan koran ini untuk langsung menanyakan langsung ke yang bersangkutan. "Lebih baik ditanyakan langsung ke Pak Ical," ujarnya sembari menutup pembicaraan. jpnn


Media Indonesia Dongeng Panggung Kehidupan Jakarta

No comments: