Wednesday, September 5, 2007

PT DI Dinyatakan Pailit

Ratusan mantan karyawan PT Dirgantara Indonesia (PT DI) menangis terharu di depan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, setelah majelis hakim membacakan vonis pailit untuk PT DI.

JAKARTA (SINDO) - Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat memvonis pailit PT Dirgantara Indonesia (PT DI). Akibat putusan tersebut, PT DI harus membayar Rp200 miliar kepada pemohon, 3.500 mantan karyawan yang belum dibayarkan hak pensiun dan pesangonnya.

Dalam sidang yang dihadiri ratusan massa, hakim menyatakan, ”... memutuskan mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya, termohon PT DI dinyatakan pailit dengan segala akibatnya. Menyatakan Taufik Nugroho sebagai kurator dalam kepailitan ini dan menunjuk hakim PN Jakarta Pusat Zulfahmi sebagai hakim pengawas.Dan membebankan biaya perkara kepada termohon sebesar Rp5 juta,”kata ketua majelis hakim Andriani Nurdin ketika membacakan putusan,kemarin.

Putusan tersebut, sontak disambut teriakan histeris dari para pengunjung di ruang sidang yang tergabung dalam Serikat Pekerja Forum Komunikasi Karyawan (SP-FKK) PT DI.Bahkan,takbir berkali kali menggema dalam ruang sidang tersebut.

”Hakim yang adil, hakim yang adil,” teriak salah seorang pengunjung berkali-kali. Dalam putusan tersebut,majelis hakim menolak segala bantahan dari PT DI terkait gugatan pailit. Dalam bantahannya, PT DI mengungkapkan, Pasal 2 ayat 5 Undang-Undang (UU) No 37/2004 tentang Kepailitan disebutkan bahwa BUMN dalam bentuk perusahaan umum (perum) adalah untuk kepentingan publik. Selain itu, seluruh modal dimiliki Menteri Keuangan.

Artinya, yang bisa mengajukan gugatan pailit pada PT DI adalah negara lewat menteri keuangan (menkeu). Namun, hakim berpendapat bahwa sesuai Pasal 1 ayat 2 UU No 19/2003 tentang BUMN, hanya 51% modal persero dimiliki menkeu. Persero, menurut hakim, adalah perusahaan yang mencari untung sehingga gugatan bisa dilakukan selain oleh menkeu. Dalam hal ini, hakim sepakat jika PT DI adalah persero yang mencari untung sehingga pemohon yang merupakan karyawan PT DI tersebut dapat mengajukan gugatan pailit.

”Majelis sependapat dengan pemohon bahwa PT DI tidak untuk kepentingan publik,” kata hakim anggota Heru Pramono. Heru mengungkapkan, sesuai putusan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat (P4P), PT DI diharuskan membayar kompensasi pensiun dan jaminan hari tua kepada para pemohon. ”Ternyata putusan P4P tersebut belum dilaksanakan termohon,sekalipun sudah jatuh tempo,”jelas Heru.

Heru juga mengatakan, klaim bahwa PT DI adalah objek vital nasional adalah salah. ”Hal itu hanya estimasi yang tidak didukung modal dan sarana yang baik. Buktinya PT DI masih merugi,” jelas Heru. Seperti diberitakan, gugatan tersebut diajukan atas nama 3.500 orang mantan karyawan PT DI. Gugatan pailit ini terpaksa dilakukan karena selama ini upaya untuk memperoleh hak pesangon masih menemui jalan buntu.Ribuan karyawan PT DI telah berjuang selama empat tahun dengan berbagai upaya untuk memperoleh haknya, namun hingga kini tidak ada hasil.

PT DI disebut telah berutang senilai Rp200 miliar kepada 3.500 mantan karyawan yang belum dibayarkan hak pensiun dan pesangonnya. Kuasa hukum dari PT DI Puguh Wirawan mengaku kecewa dan akan melanjutkan pada proses hukum berikutnya. ”Tentu kecewa dengan putusan majelis, tapi kita hargai dan kami akan berupaya kasasi atas putusan tersebut,” katanya. Puguh juga masih mempermasalahkan kompensasi pensiun yang dijadikan senjata bagi pemohon. ”Kompensasi pensiun itu tidak ada dalam literatur UU yang berlaku, benar, tidak ada dalam UU apa pun,” jelas Puguh.

Ajukan Kasasi

Meneg BUMN Sofyan Djalil menyatakan sejauh ini belum pernah ada BUMN yang dipailitkan. Menurut dia, sesuai UU Keuangan Negara, BUMN dianggap sebagai aset negara,maka tidak dapat disita. Selain itu, lanjut Sofyan, PT DI menunjukkan perkembangan yang positif dan dalam keadaan mampu membayar utang (solvent).

”Sebab itu,putusan itu akan kita lawan secara hukum. Kita akan mengajukan kasasi,”kata dia di Jakarta kemarin. Dia mengatakan,Kementerian BUMN akan meminta perlindungan dan permintaan kepada hakim pengawas agar PT DI dapat berjalan seperti biasa, sambil menunggu proses kasasi berjalan. ”Perusahaan ini make money, tapi ini kan beban masa lalu yang sudah diselesaikan sesuai kemampuan perusahaan,” ujar Sofyan.

Dia mengatakan, putusan dari Pengadilan Niaga akan diterima, namun Kementerian BUMN akan menggunakan mekanisme untuk melawan. ”Keputusan hari ini membuka diskusi baru dalam sistem hukum di Indonesia, terutama BUMN,” kata dia. Sofyan menjelaskan, selama ini PT DI telah melakukan upaya untuk memberikan pekerjaan subkontrak kepada mantan karyawan. Jika PT DI berkembang kembali sebagai perusahaan yang sehat, karyawan subkontrak itu diharapkan bekerja kembali.

Sofyan menuturkan,baru dua pekan lalu direksi PT DI memberikan laporan tentang perkembangan pesawat CN terbaru dan pengembangan maintenance pesawat. ”Saya kira perkembangan bisnis PT DI itu sangat prospektif, cuma ada masalah dengan masa lalu yang harus diselesaikan, termasuk urusan dengan karyawan itu,” kata dia.

Kehilangan Kontrak

Dihubungi terpisah, Direktur Utama PT DI Budi Santoso mengatakan keputusan kasasi itu membuat PT DI terancam kehilangan beberapa kontrak, antara lain pembuatan 10 pesawat seri NC 212 senilai USD50-55 juta, yang akan ditandatangani dua hari mendatang. Kontrak lain adalah enam pesawat seri CN 235 senilai USD140 juta yang akan ditandatangani 1–2 bulan lagi. Budi menjelaskan, kontrak itu masih dalam proses negosiasi harga.

”Total kontrak sekitar USD190 juta,kita juga mempunyai kontrak baru dengan TNI,”kata dia kepada SINDO di Jakarta,kemarin. Budi menuturkan, putusan kasasi itu juga mengancam PT DI untuk membayar klaim atas kontrak- kontrak yang telah dijalankan. Mantan Dirut PT Pindad itu mencontohkan, untuk kontrak yang dijalankan dengan perusahaan dari luar negeri seperi Airbus dan Boeing dalam penyediaan komponen pesawat, PT DI bisa membayar klaim kepada kedua perusahaan itu sebesar USD200–300 juta.

”Kalau kontrak kanmempunyai waktu beberapa tahun ke depan. Kalau tidak memenuhi karena tidak beroperasi, kan kita harus menanggung klaim dari mereka. Misalnya Airbus A-380 itu kan sekitar USD400 juta, kalau mundur satu bulan, itu bunganya kita yang menanggung,”tandas dia. Dia mengatakan putusan pailit dapat mempengaruhi kontrak pembelian pesawat, karena menghancurkan kepercayaan kepada PT DI. Pembeli baru, lanjut dia, akan berpikir ulang karena dalam keputusan pailit, perusahaan plat merah itu dilarang untuk melakukan kegiatan operasi.

”Kita juga akan menunda negosiasi-negosiasi dengan pembeli,” kata dia. Budi belum dapat menghitung potensi kerugian yang harus ditanggung akibat putusan pailit itu. Selain mengajukan kasasi, perusahaan juga akan mempersiapkan kemungkinan terburuk jika nantinya kasasi yang diajukan MA ditolak. Pria yang baru 1,5 bulan menjabat dirut PT DI itu akan memprioritaskan apa yang harus dilakukan sesuai aturan.” Kita lihat saja apa yang harus dibayar, masalah karyawan yang ada di dalam,” ungkap dia.

Sementara terkait tuntutan dari mantan karyawan PT DI yaitu pembayaran hak sisa pesangon sebesar Rp200 miliar, Budi menjelaskan angka itu tergantung dari persepsi masing-masing. Menurut PT DI,lanjut dia,uang dana pensiun sudah dibayar, namun terjadi perbedaan persepsi nilai dana pensiun. Dia berharap persepsi hakim nantinya dapat berbeda. Dia menjelaskan secara finansial, negara tidak akan gagal bayar (default) terhadap kewajiban.

Dia menilai putusan itu menunjukkan bahwa pengadilan tidak percaya kepada PT DI. Budi mengatakan, pihaknya dan Meneg BUMN akan meminta tolong kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, karena PT DI adalah milik negara.”Saya yakin Meneg BUMN akan berbicara dengan presiden,”kata dia.

Tetap Terima Pesanan

Saat ini, PT DI memiliki total aset Rp4 triliun terdiri tanah, bangunan, dan fasilitas peralatan. Meski dinyatakan pailit, PT DI tetap optimistis bisa kembali meraih sukses. Saat ini, PT DI fokus melakukan pemasaran ke negara-negara tetangga. Sementara beberapa pesanan komponen pesawat dari luar negeri juga masih diproduksi.

Saat ini, jumlah karyawan PT DI sebanyak 3.200 orang, ditambah tenaga kerja kontrak muda sekitar 600 orang. Kepala Humas PT DI, Rakhendi Triyana menyatakan, kondisi perusahaan kini mulai bangkit kembali. Kawasan produksi di PT DI telah melakukan aktivitas seperti sebelumnya. ”Kita melaksanakan proyek Paragon, yakni pesanan komponen pesawat Boeing 777, Airbus 320, dan Airbus 321. Di proyek lain, kita sedang mengerjakan produksi pesanan komponen pesawat C-295 untuk Spanyol. Sedang di bidang Aircraft, kita sedang menyelesaikan CN-235 MPA untuk TNI AU.

Dalam waktu dekat akan kita serahkan. Kalau ini sukses, bukan tidak mungkin,TNI AU akan menambah pesanan kepada PT DI,” ujar Rakhendi,kemarin. Terhadap keputusan pailit PT DI, belum diketahui tanggapan sang perintis, BJ Habibie. Direktur Eksekutif The Habibie Center, yang juga kolega dekat BJ Habibie, Watik Pratiknya mengaku belum berhubungan dengan BJ Habibie.”Wahkalau itu ndaktahu saya,” ujarnya tadi malam.Watik mengatakan masalah PT DI tidak ada kaitannya dengan Habibie Center. Karena keduanya memiliki konteks yang berbeda.

No comments: