Thursday, September 6, 2007

Prihatin pelajar Jakarta mesum di sekolah

Sekolah asal pasangan siswa yang berbuat mesum di WC "menanggapi dingin" peristiwa yang mencoreng dunia pendidikan di Jakarta itu. Sedangkan dinas terkait menilai kedua siswa itu sebagai oknum.

Sepasang siswa SMA yang kepergok ngesek di WC Balai Pengembangan dan Pelatihan Pendidikan Luar Sekolah (BP3LS), Kebon Jeruk, Rabu (6/9) sore lalu, diketahui berasal dari sebuah sekolah negeri di kawasan Joglo Raya, Jakarta Barat. Pasangan siswa SMA itu adalah seorang siswa kelas tiga berinisial STN (17) dan siswi kelas satu berinisial JN (15) . Keduanya ditangkap oleh petugas satuan pengaman (satpam) BP3LS. Selanjutnya oleh petugas satpam bernama Wawan, pelaku diserahkan ke Polsektro Kebon Jeruk. Namun sebelum sampai ke kantor polisi, JN berhasil kabur.

Berita memalukan ini telah sampai ke Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi (Dikmenti) DKI Jakarta. "Kami telah menerima laporan kejadian ini dari Suku Dinas Dikmenti Jakbar dan BP3LS. Kami juga telah memanggil orangtua siswa yang bersangkutan," ujar Yusen, Kahumas Dinas Dikmenti DKI Jakarta.

Dia mengatakan, apa yang dilakukan oleh para siswa itu tidak mencerminkan semua sifat pelajar SMA di Jakarta. "Itu hanya oknum saja. Tidak bisa digeneralisir," paparnya.

Yusen mengatakan, setiap hari sekolah-sekolah di Jakarta sudah menerapkan sistem pencegahan untuk para siswanya agar tidak melakukan hal tersebut. "Di antaranya dengan melakukan pemberian nasihat dalam bentuk tadarus setiap 15 menit sebelum sekolah dimulai. Ini wajib dilakukan setiap sekolah," ujarnya.

Dia mengatakan, kasus yang dilakukan STN dan JN adalah bentuk pengecualian. Kedua siswa ini adalah oknum yang melanggar itu semua. "Kalau memang terbukti kedua siswa itu akan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan," ujarnya.

Sanksi tersebut, katanya, bisa saja kedua siswa itu dikembalikan lagi kepada orangtuanya. "Sebenarnya kami sendiri enggan untuk menjadikan hal ini sebagai polemik. Sebab, apa yang dilakukan kedua siswa itu tidak mencerminkan para siswa secara keseluruhan," katanya.

Kaget

Pakar pendidikan Prof Arif Rahman mengaku kaget mendengar berita itu. Dia menyatakan prihatin dengan perilaku seks bebas yang terjadi di kalangan pelajar sekolah menengah atas ini. Dia meminta pemerintah dalam kaitan ini Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi DKI menindaklanjuti kasus ini agar tidak terulang di kemudian hari. "Saya prihatin sekali kok bisa sampai sejauh itu," katanya.

Kapolsektro Kebonjeruk Kompol Aswin Sipayung mengakui telah menerima salah seorang dari dua siswa yang kepergok ngesek di WC. Dengan pertimbangan siswa itu masih bersekolah, STN dibebaskan. "Kalau ia ditindak dengan unsur pidana dan ditahan, itu sama saja dengan membunuh masa depan dia," ujar Aswin, kepada Warta Kota, Kamis (6/9) pagi.

Aswin mengatakan, STN sendiri sudah diberi peringatan keras agar dia tidak mengulangi perbuatannya lagi. Petugas Polsektro Kebon Jeruk juga telah memanggil orangtua STN untuk memberikan bimbingan kepada STN.

Ketika Warta Kota mendatangi sekolah kedua siswa itu di kawasan Joglo, kepala sekolahnya sedang tidak ada di tempat. Wagiono, pegawai sekolah, mengaku tidak mengetahui ada siswa di sekolah tempatnya bekerja yang ketahuan sedang berbuat asusila di sebuah WC. "Kalau kami tahu tentu sudah ramai. Biasanya kalau ada masalah guru Bimbingan Penyuluhan (BP) akan memanggil orangtua yang bersangkutan," tutur Wagiono.

Sehari setelah penangkapan STN, kata Wagiono, suasana di sekolahya berjalan seperti biasa. "Tidak ada desas-desus soal ini. Apalagi tadi sedang ada acara peringatan Isra Miraj," ujarnya.

Rabu (5/9) sore lalu, STN dan JN dipergoki Wawan, Satpam gedung BPPPLS sedang berbuat mesum di WC musolah gedung milik Pemprov DKI itu. Ketika kepergok, keduanya hanya memakai bagian atas seragam sekolah. Sementara bagian bawahnya sudah berceceran di atas lantai toilet.

Terbongkarnya aksi kedua pelajar ini bermula ketika Wawan, petugas keamanan BPPPLS hendak membuang air kecil di toilet mushola. "Tapi begitu saya mau membuka pintu, ternyata ada orang di dalam," kata Wawan.

STN dan JN yang berada di dalam toilet tidak menyadari perbuatan mereka diketahui orang lain. "Karena ingin tahu apa yang sedang mereka lakukan, saya lalu naik ke atas untuk melihatnya melalui lobang angin. Ternyata mereka sedang berduaan tanpa pakaian bawah," ujar Wawan.

Wawan lalu menangkap keduanya. Namun, ketika hendak dibawa ke kantor Satpam, JN berhasil melepaskan diri. Dia bisa membujuk Wawan dengan mengatakan akan mengambil telepon genggam miliknya yang tertinggal di dalam toilet tersebut. Wawan mempercayainya dan melepaskan JN. Begitu dilepas, JN langsung melarikan diri.

Pendidikan logika

Menurut Arif Rahman, peristiwa memalukan di BP3LS itu terjadi karena beberapa faktor yakni semakin terbukanya akses informasi baik yang negatif maupun yang positif kepada para pelajar dan anak-anak. Selain itu, kata Arief, hal lain yang perlu diperhatikan adalah tidak dominannya pendidikan yang mengasah akhlak, watak, dan budi pekerti di sekolah-sekolah lanjutan tingkat atas.

"Selama ini pendidikan kita lebih menekankan pada pendidikan logika yang mengejar nilai daripada pendidikan tentang akhlak dan budi pekerti. Akibatnya para pelajar tak mampu mengendalikan perasaan dan emosi mereka saat mulai melihat dunia luar lewat akses informasi yang mudah," urainya.

Padahal menurut Arif, pada masa sekolah lanjutan pertama dan sekolah lanjutan atas, pendidikan yang menekankan pada budi pekerti, akhlak, dan watak jauh lebih penting sebagai modal para pelajar dalam menjalani kehidupan sebenarnya. "Lihat saja VCD porno sangat murah dan mudah didapat oleh anak SD sekalipun. Bila pelajar diberi bekal pendidikan akhlak dan budi pekerti yang tepat, maka mereka tak akan terjebak dalam seks bebas dan hal negatif lainnya," kata Arif.

Ke depannya tambah Arif, pemerintah harus melakukan kajian khusus untuk memberikan pendidikan yang sifatnya lebih pada watak dan aklhak pelajar di samping pendidikan kognitif untuk mengejar nilai. "Pendidikan tentang budi pekerti dan akhlak harus sesuai porsinya di setiap sekolah lanjutan pertama dan sekolah lanjutan tingkat atas," katanya.

Yang dimaksud Arif adalah pendidikan agama yang baik dan utuh di sekolah. "Yang saya maksud bukan pelajaran agama loh. Tapi pendidikan agama. Ini berbeda," katanya.

Pendidikan agama lebih bersifat melihat kebaikan dan mengasah sifat, budi pekerti dan perilaku siswa ke arah yang positif dan lebih baik. Sedangkan pelajaran agama hanya sekedar mempelajari seluk-beluk agama tanpa menekankan pada akhlak dan budi pekerti yang ditawarkan setiap agama. (tos/m1/bum)kompas

No comments: