Monday, September 24, 2007

Harga Minyak Terimbas Krisis Property AS

Harga Minyak Terimbas Krisis Property AS

Sementara krisis di AS itu sendiri diperkirakan memerlukan penyelesaian yang tidak gampang.

SINGAPURA- Krisis di dunia property Amerika Serikat, terutama sektor perumahan, membawa imbas serius ke pasar minyak Asia. Harga bahan bakar minyak kembali terkerek naik, akibat merebaknya kekhawatiran terhadap krisis perumahan di negara adidaya itu.

Pada perdagangan Senin (13/8), kontrak utama minyak mentah jenis light sweet di New York Merchantile Exchange untuk pengiriman September, melonjak 18 sen menjadi 71,65 dolar AS per barel. Padahal, pada Jumat (10/8) lalu, harga minyak mentah jenis itu masih ditutup pada kisaran 71,47 dolar AS per barel.

Sementara itu, harga minyak North Sea Brent untuk pengiriman September juga naik tipis sebesar empat sen, menjadi 70,43 dolar. "Krisis perumahan di AS-lah yang kini mengganjal pasar," ujar Tobin Gorey, analis pada Commonwealth Bank of Australia, di Sidney, menyinggung kesulitan di pasar pinjaman perumahan murah di AS.

Menurut dia, kekhawatiran akan krisis pasar perumahan di AS tak akan berlalu begitu saja. ''Bila ini tidak juga pergi dengan cepat dan dapat mengganjal pasar minyak," tuturnya. Kekhawatiran mengenai pasar perumahan dan pinjaman yang bernilai triliunan dolar AS itu telah menyapu seluruh dunia, menyebabkan jatuhnya pasar saham di Asia dan Eropa, sehingga mendorong Federal Reserve dan bank sentral lain untuk menginjeksi dana ke dalam sistem itu.

Malah, Bank sentral Jepang akan menyalurkan lebih banyak dana ke sistem perbankan, yang menurut pengumuman yang dilansir Senin (13/8), bank sentral itu akan menginjeksi 600 miliar yen atau 5 miliar dolar AS untuk mengantisipasi gangguan likuiditas. Bank of Japan siap menyalurkan satu triliun yen ke pasar uang sebagai bagian dari aksi dunia untuk secara konkret menghentikan kekacauan kredit.

Sementara itu, Bank Sentral AS menyalurkan dana sebesar 38 miliar dolar ke sistem perbankan di negaranya. Kalangan analis mengkhawatirkan krisis di pasa perumahan AS itu dapat memicu pelambanan perekonomian terbesar di dunia itu yang dapat berdampak pada permintaan energi dan pertumbuhan ekonomi di bagian lain dunia.

Menurut Gorey, kalangan pialang kini mengkhawatirkan, seberapa besar dampak krisis pasar perumahan itu terhadap pertumbuhan di AS. "Persoalannya, jika AS melamban, siapa lagi yang akan ikut melamban?" kata dia.

Sementara itu, Lembaga Energi Internasional (IEA), Jumat, meminta Negara Pengekspor Minyak (OPEC) untuk meningkatkan produksinya untuk menghadapi kemungkinan meloinjaknya permintaan pada musim dingin di belahan Utara bumi. Dalam laporannya, IEA mengatakan dalam laporan bulanannya bahwa produsen utama minyak akan harus memproduksi lebih dari 2,5 juta barel per hari pada kuartal akhir untuk menyesuaikan dengan perkiraan permintaan dunia yang lebih tinggi.

Sebelumnya, markas OPEC dilaporkan, produksi minyak OPEC bakal meningkat. Hal itu didorong oleh naiknya suplai dari negara-negara anggota seperti Nigeria, Irak dan Angola.Pada Juli ini, Nigeria telah meningkatkan produksi sekitar 100 ribu barel per hari (bph) menjadi 2,12 juta bph.

Produksi minyak Iran juga tercatat meningkat sebesar 50 ribu bph menjadi 3,95 juta bph. Sebenarnya, dari 12 anggota OPEC sebanyak 10 negara telah sepakt untuk membatsi produksi. Namun, Irak dan Angola justru ingin agar kuota produksi dinaikkan, beberapa anggota OPEC khawatir bila produksi dinaikkan maka harga minyak akan kembali anjlok.

Spekulasi pasar bahwa OPEC akan menaikkan produksinya ternyata berdampak pada turunnya harga. Apalagi, pasar terpengaruh dengan keputusan Iran untuk menolak rencana OPEC menaikkan produksinya. Menurut Iran, harga minyak yang tinggi saat ini dipicu kekhawatiran politik dan kekurangan gasolin di AS selama musim panas.
Media Indonesia Dongeng Panggung Kehidupan Jakarta

No comments: