Monday, August 13, 2007

Pencipta Jargon "Coblos Kumisnya"

Siapa Pencipta Jargon Coblos Kumisnya?

SUMIRAH (60) tergopoh-gopoh masuk bilik suara di daerahnya di kawasan Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Beberapa saat kemudian dia ke luar lalu memasukkan surat suara ke dalam kotak. Sumirah pun berjalan disambut sang cucu yang sudah menunggu. Di perjalanan sang cucu iseng bertanya, “Nek nyoblos siapa?” Sang Nenek menjawab enteng. “Ah kan nenek gak bisa baca, nenek coblos yang ada kumisnya, kata orang itu Pak Fauzi.”

Sumirah adalah salah satu dari ribuan pemilih warga DKI yang tidak bisa baca dan menulis. Ketika dia masuk ke bilik suara, yang diingat dia adalah gambar di koran dan televisi yakni orang yang kumisnya tebal. Sebelum itu, Sumirah tentu sudah bertanya kepada tetangganya, siapa kira-kira yang pantas dicoblos. Para tetangga memberi saran agar Sumirah mencoblos gambar yang ada kumisnya.

Strategi tim Fauzi Bowo mengeluarkan jargon “coblos kumisnya” ternyata membawa dampak luar biasa. Kampanye “coblos kumisnya” mampu menyasar orang-orang seperti Sumirah dan memberi makna tersendiri kepada para pemilih lain. “Pas banget, jadi yang kita ingat adalah Pak Kumis bukan Pak Fauzi,” ujar Abidin, guru sekolah dasar di kawasan Palmerah.

Dalam pertarungan politik, jargon-jargon serta ungkapan-ungkapan khas tertentu, memang berperan besar membangun sebuah imej positif. Dalam kaitan ini, siapa yang menciptakan jargon “coblos kumisnya” sehingga mampu “menyihir” para pemilih?

Adalah CEO Hotline Public Relation Subiyakto Priyo Sudarsono yang menggagas jargon tersebut dengan tujuan untuk menciptakan imej dan ikon sosok Fauzi Bowo sebagai upaya menarik dukungan dari masyarakat luas. Salah satu yang dianggap cukup fenomemal dan berhasil menarik dukungan serta simpati masyarakat adalah jargon ’coblos kumisnya’.

Subiyakto mengatakan, jargon ’coblos kumisnya’ ini sebenarnya sudah disiapkan sangat lama oleh Hotline Public Relation untuk mengangkat popularitas Fauzi Bowo di tengah masyarakat pemilih. Namun, Hotline sendiri baru mengeluarkan jargon ini pada masa-masa akhir kampanye. Hal ini cukup membingungkan dan dianggap terlambat oleh sebagian kalangan. Namun nyatanya, jargon ’coblos kumisnya’ sangat melekat kuat pada sosok Fauzi Bowo yang akhirnya memenangkan Pilkada DKI.

"Dalam strategi komunikasi, jargon, ’coblos kumisnya’ sengaja kami dengungkan pada akhir-akhir masa kampanye. Ini adalah jargon pamungkas kami, dan semacam gong untuk membuat masyarakat semakin ingat dan tidak cepat lupa, agar mencoblos kumis Fauzi Bowo," ujar Subiyakto.

Subiyakto mengatakan jargon ’coblos kumisnya’ untuk memenangkan Pilkada DKI ternyata mendapat sambutan sangat baik di masyarakat. Sambutan tersebut, lanjut dia, terutama datang dari masyarakat kalangan menengah ke bawah. "Untuk masyarakat kelas menengah ke atas, sosok Fauzi Bowo sangat melekat dengan kepintaran dan kecerdasannya. Namun agar mudah diingat dan untuk mendapat simpati masyarakat grass root, yakni menengah ke bawah, jargon itulah andalan kami," katanya.

Menurut Subiyakto, tidak ada hal istimewa di balik penciptaan jargon coblos kumisnya tersebut. Jargon tersebut kata dia, tercipta secara alami dan melalui proses pengamatan dari tim Hotline sendiri. "Kami melihat berbagai pertimbangan sebelum mengusulkan jargon tersebut. Kami juga harus yakin bahwa jargon itu akan diterima masyarakat dan menjadi senjata ampuh untuk menarik simpati masyarakat," katanya.

Subiyakto mengungkapkan, selain menciptakan jargon-jargon tertentu, pihaknya juga melihat dan mengamati perkembangan arah pemberitaan media. Karenanya, setelah jargon coblos kumisnya identik dengan Fauzi Bowo, maka pihaknya akan menerapkan strategi tertentu agar jargon itu semakin melekat kuat pada hari pencoblosan. "Makanya ada momen di mana Pak Fauzi Bowo makan sate di Jalan Blora yang dikenal dengan sate Pak Kumis. Ini strategi lain agar jargon coblos kumisnya benar-benar mengena di hati masyarakat," katanya. (bum/tat)Kompas.

No comments: