Sunday, August 26, 2007

Ibu dan Anak Terjun dari Lantai 35

Peristiwa bunuh diri orangtua bersama anaknya lagi-lagi terulang. Kali ini cara yang digunakan lebih tragis, menjatuhkan diri dari lantai 35 gedung apartemen.

Lucyana Lolyana, 35, dan anaknya, Immanuel Saegusa, 2, ditemukan tewas di lantai 9 Apartemen Ambassador 2, Jalan Dr Satrio,Kuningan,Jakarta Selatan, kemarin. Sampai saat ini belum diketahui motif aksi bunuh diri tersebut. Menurut keterangan Kepala Polisi Sektor (Kapolsek) Setiabudi Kompol Suwondo Nainggolan, kedua korban ditemukan pada pukul 06.20 WIB oleh dua petugas office boy bernama Syaiful, 25, dan Ismail, 35. Pada saat itu, saksi hendak membersihkan apartemen korban, namun tidak ada sahutan dari dalam saat pintu kamar No 6 itu diketuk. Karena tidak ada balasan, pintu didobrak dan keduanya tidak menemukan satu pun penghuni. Ketika dilihat dari jendela, kedua saksi melihat korban tergeletak tak berjauhan di dek lantai 9. Setelah melihat kondisi korban yang sudah tewas,keduanya langsung melapor ke Polsek Setiabudi,Jakarta Selatan. Mayat korban langsung dilarikan ke RSCM.

Hingga berita ini diturunkan, kedua tubuh korban masih terus diperiksa petugas medis. ”Saat ditemukan, tidak ada bekas-bekas penganiayaan yang mengarah pada tindak kriminal lain. Diduga bunuh diri,” kata Kapolsek Suwondo. Menurut Suwondo,penyelidikan terhadap motif di balik peristiwa tersebut masih dikembangkan. Untuk sementara masih terhambat karena keberadaan suami korban belum diketahui .Polisi juga sulit melacak keberadaan keluarga korban di Jalan Masjid, Rawa Badak Selatan, Koja, Jakarta Utara, karena telah dijadikan rumah kontrakan.

Menurut keterangan M Pasaribu, salah seorang tetangga korban di Koja, sebelum menikah, Lucyana yang merupakan anak ketiga dari lima bersaudara ini memang tinggal di tempat itu bersama ibunya.Namun, 10 tahun lalu keluarga asal Medan ini pindah ke Karawaci dan rumah tersebut dijadikan kontrakan. Polisi sampai saat ini hanya berhasil meminta keterangan salah satu adik korban bernama Ari, 25. Adapun sisa keluarga lainnya telah lama pindah ke Medan. Polisi sempat pula melacak rumah kedua korban di Sentul, Jawa Barat, yang tidak berpenghuni. Menurut keterangan Ari, kondisi psikologis ibu satu orang anak itu memang labil dan sebelumnya pernah mencoba tiga kali bunuh diri, namun selalu gagal.

Kondisi kejiwaan ibu muda itu sempat stabil saat menikah dengan lelaki berkewarganegaraan Jepang bernama Toshihiro Saegusa.” Hubungan keluarga mereka terbilang harmonis.Tidak pernah ada percekcokan. Malah tingkat stres kakak juga teredam setelah menikah,”ujarnya. Warga sekitar rumah keluarga korban di Koja menuturkan,korban tidak pernah bergaul dengan tetangga.Para tetangga menilai kondisi kejiwaan korban memang labil. Terhadap kejadian ini, pihak pengelola apartemen terkesan tertutup dengan menolak memberikan keterangan. Saat dimintai keterangan oleh wartawan, para satpam di sana berpura-pura tidak tahu dengan mengatakan tidak ada kejadian apa pun seharian ini.

Padahal,petugas parkir dan tiket membenarkan kejadian bunuh diri tersebut. ”Ya, benar. Tadi pagi memang ada kejadian bunuh diri.Tapi yang saya heran kok saya tidak melihat atau mendengar suara ambulans,” ungkap Habibie,20,petugas parkir. Meski begitu, situasi apartemen terlihat normal.Tidak terlihat pita pengaman polisi yang seharusnya mengamankan tempat kejadian perkara.

Belum Tentu Kemiskinan

Psikolog Sartono Mukadis menilai, aksi bunuh diri yang banyak dilakukan belakangan ini menunjukkan bahwa kasus bunuh diri tidak hanya dilakukan oleh masyarakat miskin. Bunuh diri dilakukan pula oleh masyarakat dengan strata sosial tinggi.”Jadi se-karang tidak bisa dikorelasikan lagi antara bunuh diri dengan kemiskinan,”tandasnya. Terkait aksi bunuh diri yang dilakukan Lucyana dan anaknya, Sartono menyatakan hal itu bisa saja disebabkan karena adanya konflik internal antara korban dengan suaminya. Karena tidak dapat diselesaikan, korban memilih bunuh diri untuk menyelesaikan masalah mereka.

Sartono melihat ada kecenderungan perubahan pola pikir masyarakat Indonesia. Masyarakat tidak lagi berpikir alternatif,melainkan hitam di atas putih dalam menghadapi setiap permasalahan. ”Saat ini masyarakat tidak melatih dirinya untuk berpikir argumentatif dalam memandang persoalan. Ya akibatnya seperti itu,”ucapnya. Hal senada diungkapkan psikolog Universitas Indonesia (UI) Diny P Daengsari.Menurut dia,aksi bunuh diri ini menunjukkan adanya gejala putus asa dalam diri korban saat menghadapi masalah. ”Kemungkinan ada masalah pelik yang tidak bisa diselesaikan sehingga korban mengambil jalan pintas,”tu turnya.Menurut dia, dalam menyelesaikan masalah, diperlukan kejernihan berpikir sehingga dalam memandang persoalan seseorang bisa lebih fokus pada solusi,bukan pada problemnya

No comments: