Friday, August 10, 2007

Waspada Pasta Gigi Berformalin Menyerang Ginjal

Dampak Formalin atau bahan pengawet mayat yang terakumulasi dalam tubuh yang tidak dapat diketahui langsung secara kasat mata mengakibatkan masyarakat mengabaikan bahaya pemakaian zat kimia itu secara berlebihan dalam industri pangan.

Pernyataan tersebut diungkapkan pakar teknologi pangan dari Departemen Ilmu dan Tehnologi Pangan Institut Pertanian Bogor (IPB), Nuri Anggar Wulan, kepada Antara di Jakarta, Jumat (30/12).

Dia mengatakan, sekalipun banyak orang yang tahu akan bahaya Formalin yang dapat mengakibatkan iritasi pada saluran pernapasan, serta mengganggu fungsi hati, ginjal, dan sistem reproduksi namun publik tampak tidak peduli karena tidak melihat dampaknya secara langsung.

Karenanya, bukan hal yang aneh jika hingga 30 tahun sejak tahun 1970-an Formalin masih digunakan di industri makanan, katanya.

"Kalau ada orang makan bahan makanan yang mengandung Formalin lalu langsung meninggal mungkin orang akan serta merta menghindarinya. Tetapi masalahnya, Formalin itu akan kelihatan efeknya setelah beberapa tahun kemudian ketika akumulasinya dalam tubuh tinggi sehingga memicu berbagai penyakit seperti kanker," ujar Nuri.

Menurut dia, Formalin telah digunakan secara ilegal sejak 1970-an, di mana sesungguhnya ambang batas kadar Formalin yang dapat ditolerir oleh tubuh adalah 0,2 miligram per kilogram berat badan.

"(Ambang batas bagi) setiap individu berbeda-beda tetapi ada pada kisaran itu. Jika kadarnya di bawah itu maka bisa dikeluarkan dari dalam tubuh, sedangkan kalau lebih dari itu secara otomatis akan tertinggal dalam tubuh dan berikatan dengan protein tubuh, itulah sebabnya bisa mengakibatkan kanker," katanya.

Menurut dia, permasalahan utama yang mengakibatkan hal itu terletak pada sikap mental dan himpitan ekonomi sehingga banyak orang-orang yang bergerak di industri makanan tetap menggunakan Formalin yang notabene bahan berbahaya bagi kesehatan dalam industri makanan.

"Formalin ini permasalahan klasik. Sejak sekitar tahun 1970-an orang-orang sudah banyak yang menggunakannya dalam industri makanan secara ilegal sekalipun tahu jika itu membahayakan kesehatan dengan alasan mudah didapat dan harganya yang lebih murah jadi untuk keuntungan lebih," katanya.

Akibat dampaknya tidak kasat mata, lanjut dia, orang cenderung mengabaikan efek jangka panjangnya dengan berbagai pembenaran, apalagi didukung dengan mudahnya memperoleh Formalin di pasaran.

Nuri kemudian mencontohkan, jika misalnya nelayan harus membawa es balok saat melaut maka biayanya akan jauh lebih mahal dari pada menggunakan Formalin.

Pengawet mayat dengan nama pasar Formalin ini sesungguhnya adalah senyawa Formaldehid dalam air dengan konsentrasi beragam antara 10 persen sampai 50 persen tetapi rata-rata yang ada di pasaran adalah 37 persen.

"Saat harga bahan bakar minyak (BBM) meroket, maka salah satu cara untuk menghemat yang bisa dilakukan adalah dengan Formalin. Jadi tidak heran jika ada sebagian orang yang menggunakan Formalin sebagai pengganti es balok, pengawet mie dan lain-lain," katanya.

Formalin yang dijual di pasaran dengan harga Rp7.000 per liter dapat mengawetkan 10 ton ikan hasil tangkapan di tengah laut setelah Formalin itu dicampur air. Sementara itu jika menggunakan es balok dibutuhkan sekitar 350 es balok seharga sekitar Rp 2,62 juta.

Contoh lain dari penggunaan bahan pengawet mayat dalam industri pangan adalah mie. Ia mengatakan, mie tanpa kandungan Formalin hanya dapat bertahan 12 jam, sedangkan mie dengan Formalin bisa bertahan sampai tiga hari tanpa perubahan tekstur.

"Pada industri mie, pempek, tahu, ikan asin dan lain-lain, yang selain berfungsi untuk mengawetkan Formalin juga bisa memperindah bentuk dan tampilan makanan yang dapat merangsang minat pembeli," katanya.

Tata Niaga
Keberadaan Formalin sebagai salah satu bahan berbahaya yang tanpa sadar berada dalam makanan yang dikonsumsi masyarakat sehari-hari patut dipertanyakan apalagi kejadian itu telah berlangsung kali terjadi, katanya.

Mengenai tata niaga formalin, Kepala Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Sampurno sebelumnya mengatakan bahwa sudah ada regulasi yang mengatur tentang penggunaan Formalin dan Bahan Kimia Tertentu (BKT) dalam produk pangan.

Beberapa ketentuan itu adalah UU Nomor 7 tahun 1996 tentang pangan dan UU Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen namun distorsi penggunaan bahan-bahan kimia berbahaya itu dalam produk pangan masih terjadi, katanya.

"Departemen Perindustrian dan Perdagangan sebenarnya sudah membuat regulasi tentang tata niaga BKT seperti Formalin dan Rhodamin B. Bahan-bahan itu seharusnya hanya dijual kepada pengguna akhir (end user), tapi ternyata masih terjadi distorsi distribusi," ujarnya.

Lebih lanjut Sampurno menjelaskan, pihaknya tidak dapat melakukan sendiri pengawasan terhadap penggunaan bahan-bahan kimia berbahaya tersebut. Untuk itu, pihaknya akan bekerja sama dengan instansi terkait, termasuk Deperin dan Depdag, dalam melakukan pengawasan, katanya.

"Itu sangat luas, Badan POM tidak mungkin bisa melakukan semuanya sendiri. Selanjutnya kami akan mengajak instansi terkait lainnya untuk bersama-sama melakukan pengawasan," ujarnya.

BPOM sendiri, kata Sampurno, selama ini telah melakukan operasi pengawasan penggunaan bahan-bahan kimia berbahaya tersebut secara berkala dengan meneliti bahan pangan yang beredar di pasaran.

"Dan dalam hal ini kita juga tidak hanya melihat penjual produknya tetapi juga menelusuri siapa saja yang menjadi penjual partai besar dari bahan-bahan kimia tersebut. Kita juga memfokuskan perhatian kita pada pemasoknya," katanya.

Baru-baru ini, BPOM mengumumkan bahwa berdasarkan hasil penelitian terhadap 700 sampel produk makanan yang diambil dari Pulau Jawa, Sulawesi Selatan dan Lampung awal bulan ini, 56 persen diantaranya mengandung Formalin. "Bahkan, 70 persen mie basah mengandung Formalin," kata Sampurno.

Hasil penelitian Balai POM DKI Jakarta juga menunjukkan bahwa delapan merek mie dan tahu yang dipasarkan di wilayah itu -- Mie Kriting Telor Special, Super Mie Ayam ZZ, Mie Bintang Terang, Bakmi Super Kriting Telor ACC, Mie Kriting Jo`s Food, Mie Aneka Rasa, Tahu Bintang Terang, Tahu Kuning Sari dan Tahu Takwa Poo -- juga terbukti mengandung bahan pengawet mayat ini

No comments: